Film adalah potret peradaban sebuah bangsa, penanda sejarah yang menggambarkan seperti apa bangsa itu di masa tersebut
Usmar Ismail
Film adalah potret peradaban sebuah bangsa, penanda sejarah yang menggambarkan seperti apa bangsa itu di masa tersebut
Usmar Ismail
Kalau ada orang bertanya: “Film Avengers: Infinity War, rame ga?”
Saya akan balik bertanya: “kamu nonton 18 film sebelumnya ga?”
Ya, Avengers: Infinity War (AIW) adalah film action yang cukup fenomenal dan spektakuler, tapi ia cuma salah satu bagian dalam satu narasi besar Infinity War yang dimulai sejak 10 tahun lalu. Ada 18 film mendahului cerita AIW ini, sehingga orang yang menonton AIW tanpa mengikuti keseluruhan ceritanya dari awal, akan menemukan AIW sebagai film dar-der-dor yang wah tapi dengan alur cerita yang ga jelas dan ending yang ngegantung.
Membuat character development pada suatu film, memiliki tantangan tersendiri. Oleh sebab itu, pada umumnya film akan menampilkan tidak lebih dari 5-6 tokoh utama. Lebih dari itu, pada umumnya penonton akan cukup kesulitan mendalami masing-masing karakter. Disinilah keistimewaan AIW, AIW memiliki lebih dari 70 tokoh dan hampir semuanya memiliki character development di 18 film sebelumnya…
Lihat pos aslinya 725 kata lagi
Cinta boleh dikatakan tak mungkin nyata tanpa adanya pengorbanan. Kadang kala ada hal yang perlu dikorbankan demi kepentingan yang dicintai. Tapi bagaimana jika cinta kepada kemanusiaan yang damai dan sejahtera dicapai dengan mengorbankan sebagian umat manusia? Apalagi jika didasari dengan perhitungan matematis yang logis dan valid.
Namun herannya, mengapa kita tidak dapat menerima tindakan itu? Sedangkan pengorbanan para pembela “kebenaran” atas dasar cinta pada manusia dapat diterima bahkan sangat dikagumi? Ataukah sebenarnya cinta dan pengorbanan adalah kondisi hati dan wujud tindakan yang membutuhkan standar dan pedoman?
Jika demikian, maka kita perlu mengevaluasi kembali hal-hal yang kita cintai dan korbankan. Sebab cinta dan pengorbanan adalah keadaan hati dan tindakan yang mulia. Dan tentu saja, pada akhirnya kita dapat tertipu karena kemuliaan itu telah kita jadikan alat untuk kebodohan dan kejahatan. Jangan-jangan inilah yang disebut sebagai peperangan tanpa batas: perang kemanusiaan atas nama cinta