Linux! Oh, Linux! (part III) – MS Office vs OpenOffice

Setelah mencoba beberapa disto, akhirnya untuk instalasi linux di kantor yang saya kerjakan akan menggunakan Mandriva Linux 2005LE. Dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Bisa berjalan cukup baik di komputer dengan memori 128MB
  2. Tersedia paket OpenOffice 1.x
  3. GUI untuk membantu koneksi antar komputer cukup memadai (untuk user awam)
  4. Instalasi “mudah” dan relatif lebih cepat dibanding distro lainnya (UBUNTU, XUBUNTU & FEDORA)

Mandriva BAGUS! Ia memiliki tampilan desktop yang cukup eye-cacthing. Sehingga, user awam yang pertama kali melihat linux pun bisa sedikit mendecak kagum. 😀

Tapi …, the problem is not over … yet. Tadinya saya kira proses instalasi akan berjalan mudah. Tapi ternyata masalah lain muncul, yaitu OpenOffice.

OpenOffice cukup berat dijalankan di komputer dengan memori 128MB. Masih lebih baik menjalankan MS Office dari pada OpenOffice. Oh, my … lamanya … minta ampun! Belum lagi beberapa bug. Dan yang paling mengganggu adalah fasilitas mail merge yang masih belum begitu memadai.

Saya lihat paket OpenOffice 2.0 di Mandriva 2006 lebih baik dalam hal mail merge. Tapi kendalanya, karena sebagian besar komputer masih memiliki memori 128MB, tampaknya agak berat kalau harus di install Mandriva 2006.

Belum lagi jenis dan ukuran font yang berbeda. Walau memang banyak font yang sangat mirip dengan font-font yang ada di Windows, tapi ukurannya tidak 100% sama. Masalahnya, kantor biasa sudah memiliki pre-printed form. Sehingga, biasanya user tinggal memasukan angka-angkanya pada template yang sebelum sudah dibuat di MS Word atau MS Excel. Kalau sekarang pindah ke OpenOffice, otomatis form-form nya pun harus di set ulang. Mending kalau cuma 1-2. Kalau harus beberapa departemen sekaligus … 😦 wew..! repot!

Jadi kesimpulannya, kalau workstation untuk keperluan kantor mau migrasi ke Linux. Harus bersiap untuk hal-hal diatas. Kalau keperluannya cuma mengetik surat biasa, atau laporan keuangan yang tidak memerlukan terlalu banyak rumus aneh-aneh. Pakai AbiWord atau gnumeric saya rasa itu bagus. Terutama kalau ternyata komputer yang dimiliki masih agak terbelakang.

Saya mendukung gerangan Open Source. Tapi sebagai orang yang pernah mengalami gimana rasanya mengurus kantor yang di install Linux, lebih baik pikir kembali sebelum Anda pindah ke Linux! Karena mungkin Anda akan mengalami beberapa kesulitan akan hal-hal yang sebelum dilakukan dengan mudah di Windows.

Linux! Oh, Linux! (part II)

Sampai sekarang, mungkin hampir 10 tahun saya mengenal sistem operasi Linux. Saya pernah melakukan beberapa instalasi Linux sebagai server. Walau instalasi server yang saya lakukan cukup standar-standar saja, tapi kalau harus melakukan instalasi Linux sebagai workstation untuk keperluan kantor … yakinlah, BISA!

Maka dengan demikian, beberapa waktu lain, ketika saya mendapat tawaran dari sebuah kantor untuk melakukan instalasi Linux sebagai workstation, tanpa ragu saya terima. Karena saya pikir justru Linux untuk workstation lebih mudah dari pada setting server, lagi pula distro Linux zaman sekarang bisa dibilang sudah mirip dengan windows, jadi user awam pun tidak akan menemui terlalu banyak kesulitan.

Jika memungkinkan, dari total kurang lebih 40 komputer yang akan diinstal, semuanya menggunakan distro yang sama, agar memudahkan dalam pembuatan modul pelatihannya, dan maintenance-nya.
Pilihan pertama jatuh pada distro UBUNTU. Cuma 1 CD, paketnya didesain buat workstation (ada OpenOffice-nya), instalasinya mudah, dan yang penting system requirement-nya pun relatif ringan.

UBUNTU CDHari pertama instalasi … Oh my …, ternyata semua-nya out off expectation. Instal Linux buat workstation dengan spek komputer yang berbeda, tidak semudah yang dibayangkan. UBUNTU terbaru (versi 6.06), membutuhkan requirement memory 256MB. Sedangkan sebagian besar komputer masih menggunakan 128MB, jadinya harus mengalah menggunakan UBUNTU 5.10.

Masalah baru muncul ketika user hendak menggunakan program OpenOffice untuk keperluan mail merge. Ternyata, mail merge di OpenOffice memakan sangat lama. Masalahnya, user mungkin perlu men-generate dokumen mail merge sebanyak 200 halaman. Untuk data sebanyak itu, diperkirakan prosesnya bisa memakan waktu 2-3 jam. Itu pun baru 50% sudah hang duluan.

Tampaknya, OpenOffice masih belum bisa sepenuhnya diandalkan untuk menggantikan Microsoft Office. Sedangkan AbiWord, fasilitas mail merge-nya masih belum cukup memadai. Jadinya …, terpaksa harus coba dulu mencari alternatif program office lain (tapi blon nemu 😦 )

Masalah kedua, adalah dengan SAMBA. Entah kenapa, SAMBA pada UBUNTU (versi 5.10 maupun versi 6.06), paketnya kurang sempurna, (katanya) harus update via internet kalau mau gampang. Kalau tidak, berarti harus dipatch secara manual. Kalau komputer tersambung ke internet sih mending, tapi klo stand-alone?!? 😦 agak sulit. Kalau 1-2 komputer sih, nda apa. Tapi kalau sampai 40 komputer?!? Wew…!!! mending ganti distro deh.

Belum lagi beberapa masalah lain, ada komputer yang pas waktu install nya pun, sudah langsung hang. Mungkin masalah pada hardware, tapi kalau harus upgrade/ganti hardware hanya karena mau install linux khan … kurang efisien juga. 😦

Jadinya, sekarang lagi bingung. Mau pake distro apa neh!!!