Saya menyimak peristiwa yang dialami oleh dr_will (nickname) yang di-post di forumponsel.com. Berikut kutipannya:
Halo temen2
Pengen berbagi pengalaman saya aja kemaren di atas bus kemaren, 27 Maret 2006. Seperti biasa, saya pulang dari kerja di RSCM naik bus patas pulang ke kota. Kebetulan duduk agak depan kanan.
Kira2 di dekat Kwitang, saya yang lagi ngantuk2 kaget mendengar kegaduhan di baris belakang. Semua penumpang menengok ke belakang.
Ternyata ada 2 orang bapak yang sedang marah2 dan ngamuk (kalap kayanya) terhadap 3 orang wanita yang duduk bersama di belakang.
Ketiga wanita ini masih muda, sekitar 20-25 tahun, duduk bertiga dengan dandanan mahasiswi, berkaus lengan pendek dengan celana jeans.
Kedua orang yang ngamuk ini berusia sekitar 40 dan 50 tahun, berbaju jubah putih panjang bercelana kain longgar, berkumis dan berjenggot lebat dan menggunakan pici dan surban (no offense bener2 ini hanya deskripsi dari yang saya liat)
Mereka marah besar dan menuduh ketiga wanita yang duduk ini melakukan pornoaksi dan membuka aurat mereka, menyebabkan banyak pria melakukan dosa, dll. Sambil memarahi mereka dengan campuran bahasa Indonesia, Arab dll dengan amat kasar dan tak pantas nada2nya.
Terus menerus mengatakan murtad murtad, apalagi mereka menanyakan ketiga wanita itu yang ternyata beragama islam, terus terbersit kata pujian pada Yang Di Atas sambil marah. Mereka berdua akhirnya mengusir ketiga wanita ini di sekitar tugu tani ke luar bus.
Sampai mereka turun di gang Petasan dan menyeberang ke arah Mesjid Kebun Jeruk , di bus mereka terus marah2 berdua, saling berdiskusi dengan suara garang dan keras sehingga terdengar ke seluruh bis, betapa sudah murtad dan tak bermoralnya Indonesia, betapa bangsa ini harus dicuci bersih, betapa semua orang sudah tak bermoral dan harus dikembalikan pada hakikatnya, harus itu undang2 antiporno disahkan dll.
Saya dan penumpang lain terus terang ketakutan melihat kegarangan dua pendekar moral ini. Sesudah mereka turun, ramai kita bicara, rupanya kata penumpang ibu2 di sekitarnya, 3 wanita tadi tak melakukan apa2, hanya masuk di Salemba dari depan , melewati kedua bapak itu dan duduk ngobrol bersama bertiga, seperti biasa yang dilakukan orang2 di bus bersama rekan2nya. Tiba2 kedua bapak ini dari duduk di depan bergegas ke belakang marah2.
Ibu2 di bis hampir semua merasa aneh, mereka semua rata2 berdandan sama, kaos lengan pendek, rok atau celana jeans namun mungkin karena sudah tua dan tak menggugah lagi, shingga dilepaskan oleh kedua bapak ini.
Ini hanya kejadian yang kebetulan saya temui saja di bis kota.
Bayangkan seperti biasa di Patas ke kota ini, yang naik bisa ber 5-15 orang yang akan ke mesjid kebun jeruk itu, bagaimana bila mereka terus melakukan hal ini terhadap setiap perempuan yang menggugah mereka dan dianggap mereka membuka aurat dan tak bermoral.
Tak lama pasti akan terjadi tindakan main hakim sendiri.
Kemarin itu ketiga wanita itu diusir dari bis, kalau para penegak moral itu, katakanlah ber 5-10, yang dimarahi itu wanitanya sendiri atau berdua, dianggap sengaja merangsang, Siapa yang dapat menjamin tak terjadi
tindakan kekerasan atau malah pelecehan seksual misalnya.
Toh logika saya, para wanita itu sudah dianggap/ dipersepsikan sebagai bukan perempuan baik2, pasti tak ada salahnya dong di”apa apa kan”
Toh mereka yang dianggap memancing nafsu pria
Ini cuma menghimbau aja supaya lebih hati2 pada teman2 wanita yang naik kendaraan umum.
Walau RUU ini masi begitu kontroversial namun saya menyaksikan tindakan sewenang2 ini sendiri.
Terima kasih
Dr William
Buat semua yang memang sependapat dengan kedua bapak ini, saya mohon maaf sebesar2nya, saya setuju anti pornografi, terutama di media harus dibernatas, namun tindakan di atas menurut saya tidak pantas, main hakim sendiri dan menempatkan diri seolah2 kita paling benar dan suci dan bermoral
Saya sendiri bergerak dibidang pendidikan anak. Saya cukup khawatir dengan kehidupan anak diluar sekolah. Begitu mudahnya akses terhadap media pornografi bisa didapatkan. Baik sengaja maupun tidak sengaja. Melalui poster-poster yang terpampang di sepanjang jalan, game, ataupun halaman depan majalah yang dijajakan setiap tukang koran dipinggir jalan. Jadi, saya setuju dengan kendali terhadap penyebaran pornografi pada media-media yang beredar.
Sebenarnya hukum yang sekarang pun sudah cukup untuk melakukan hal tersebut. Hal tersebut sudah cukup diatur dalam UU Penyiaran, UU Pokok Pers, UU Perfilman dan UU Perlindungan Anak serta UU Kekerasan dalam Rumah Tangga. Cuma saja memang ketegasan dalam pelaksanaannya kurang. Jadi … sebenarnya, buat apa ada RUU APP?!? Hal serupa juga dilontarkan oleh Forum Anak Muda NU.
Yang saya takutkan adalah, jikalau sampai RUU APP ini disahkan, maka para pendekar moral seperti kasus diatas akan memiliki “senjata” untuk melakukan tindakan heroik-nya. Memang, kasus seperti diatas tidak banyak, tapi tetap saja. Walau cuma 1-2 orang, hal itu akan membawa keresahan. Atau ditempat lain, ada juga sekelompok orang yang melakukan aksi serupa ditempat-tempat yang dianggap tempat dilaksanakannya pornoaksi.
Setelah melihat hal-hal yang terjadi pra disahkanya RUU APP ini, akhirnya saya cukup bisa mengerti mengapa cukup banyak kaum wanita yang “resah” dengan adanya undang-undang ini. Walau notabene-nya UU APP ini dibuat untuk melindungi kaum wanita, tapi kaum wanita akan menjadi pihak yang terpojokkan. Anda sependapat? dukung No for RUU APP.
Tapi, kalau memang pengesahan RUU APP ini tetap tidak bisa dihindarkan, harus ada bagian UU yang memberi perlindungan kepada kaum wanita dari hal-hal seperti diatas. Konyol khan, kalau seseorang dilaporkan atas tindakan pornoaksi hanya karena seseorang menggunakan pakaian yang agak terbuka. Nah, klo MISAL ada 2 orang wanita, yang satu seorang nenek tua, yang satunya lagi seorang gadis, kejalan cuma pake sarung. Apa dua-duanya mau ditangkep atau cuma yang gadisnya saja? Bukankah nenek itu juga porno?!? 😀